Foto: Kegiatan mahasiswa UIN Raden Intan Lampung berdiskusi di bawah pohon rindang (Dokumentasi Humas)

Lokakarya Nasional Green Campus di UIN Radin Intan Lampung 14-16 Agustus membuka mata peserta di lingkungan PTKIN tentang pentingnya sustainable university—universitas berkelanjutan. Konsep ‘keberlanjutan’ adalah konsep lingkungan yang berarti pembangunan yang memenuhi kebutuhan hari ini tanpa membahayakan kebutuhan generasi yang akan datang. Dalam konteks green campus, mengandung arti kampus yang dikelola dengan komitmen dan tindakan pada penghijauan dan keberlanjutan lingkungan.

Berdasarkan penilaian UI Green Metric tahun 2018, UIN Radin Intan Lampung menempati ranking ke-18 kampus paling hijau dari 56 PTN peserta di Indonesia dan menempati ranking 1 di lingkungan PTKIN. Di level dunia, University of California Davis, California USA, menempati ranking 1 kampus paling hijau disusul University of Gottingen, Inggeris yang menempati nomor 2 dari 516 perguruan tinggi di dunia dari 74 negara peserta. Penting dicatat, metodologi penilaian ini menggunakan 6 kriteria dari 36 indikator meliputi pengaturan lahan dan infrastruktur, energi dan perubahan iklim, pengelolaan sampah, air, transportasi, edukasi, dan hasil.

Yang menarik, mengapa UIN Lampung ikut menjadi peserta UI Green Metric yang bersifat internasional dan UIN/IAIN/STAIN lain tidak? Saya mencoba menelisik keseriusan dan kesadaran lingkungan dari UIN Lampung dan ternyata visi kampus ini sudah menyebut lingkungan. Visi Itu adalah “mewujudkan UIN Radin Intan Lampung sebagai rujukan internasional dalam pengembangan ilmu keislaman integratif-multidisipliner berwawasan lingkungan tahun 2035”. Konsep ‘berwawasan lingkungan’ adalah konsep paling visioner mengingat ancaman krisis lingkungan adalah masa depan paling nyata yang akan menjadi problem global. Bumi sebagai satu-satunya warisan dunia kini sedang berjalan ke arah destruksi akibat teknologi industri, teknologi transportasi, dan teknologi militer. Ilmu pengetahuan dikembangkan bukan untuk menghadirkan kearifan tapi justru untuk pengendalian serta penaklukan. Perang-perang di masa kini dan masa depan akan ditentukan oleh perebutan sumber-sumber daya alam yang makin terbatas.

Karena itu, penyebutan ‘berwawasan lingkungan’ dalam visi UIN Radin Intan Lampung, bagi saya, sangat spiritual, bersifat profetik, dan sangat unik. Ada kesadaran pikiran dan tindakan lingkungan sejak dari dasar. Selain itu, ada konsekwensi-konsekwensi yang harus dilakukan jika visi ini hendak direalisasikan: komitmen tinggi, literasi ekologis yang terus-menerus, anggaran besar, dan tanggung jawab profetik. UIN Radin Intan Lampung harus mengarahkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan sekadar untuk pengendalian tetapi juga produksi kearifan sebesar-sebesarnya bagi perdamaian dunia serta keberlanjutan lingkungan. Perlu prodi Fikih Lingkungan, Tasawuf Lingkungan, TafsirLingkungan, dan atau Etika Lingkungan dengan seluruh percabangannya.

Secara fisik, wajah lingkungan Kampus UIN Lampung sudah sangat ekologis. Komitmen dan tindakan penghijauan berwawasan lingkungan telah diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan energi surya di sebagian perkantoran, biopori di hampir setiap halaman, taman yang asri, gemericik air, ikan-ikan yang berenang di tiap selokan dan empang, pengelolaan sampah yang konsisten, infrastruktur yang mendukung untuk itu, dan lain-lain. Dengan kriteria-kriteria lingkungan semacam ini, UI Green Metric memberi pengakuan dan menempatkannya di urutan ke-18 dari sekitar 58 PTN peserta pada tahun 2018.

Lokakarya pekan lalu di UIN Lampung dengan tagline “greening your campus, greening your life” menjadi penyegar tentang makna penting visi lingkungan kampus berkelanjutan yang harus diwujudkan secara bertahap di kampus-kampus kita. Dimulai dari kampus diharapkan menyebar ke masyarakat luas. Kampus-kampus adalah tempat berkumpulnya kelompok-kelompok elit strategis yang menjadi garda depan gerakan lingkungan hidup berkelanjutan. Dimulai dari gerakan mencintai lingkungan, maka akan mendorong gerakan mencintai manusia dan mensyukuri ciptaan Tuhan. Dari sinilah gerakan lingkungan akan dengan sendirinya memoderasi sikap-sikap radikalisme beragama. Bila menebang pohon tanpa sah saja dianggap sebagai sebuah dosa, maka akan terhindar untuk merusak atau melukai sesamanya.

Karena itu, apa yang dilakukan UIN Radin Intan Lampung tentang komitmen dan tindakan penghijauan lingkungan berkelanjutan perlu menjadi awal gerakan konservasi lingkungan hidup di PTKIN. Meski sangat terlambat, masih lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
(Mudofir Abdullah, penulis buku Al Qur’an dan Konservasi Lingkungan, Guru Besar Ilmu Pengkajian Islam IAIN Surakarta).